Hal-hal yang Perlu Diketahui tentang Ramadhan
Ahmad Nur Salim –Rabu , 8 Juni 2016 12:48 WIB
Serial Manajemen Ramadhan Rasulullah saw.
Oleh: Ahmad Nur Salim
Hal-Hal Yang Perlu Diketahui Tentang Ramadhan
Sebelum menjalankan ibadah Ramadhan, ada beberaa hal yang perlu dipahami. Di antaranya :
1. Shaum Ramadhan adalah rukun Islam yang keempat. Hukumnya adalah
fardhu (wajib) yang datang langsung dari Tuhan Pencipta, Allah Ta’ala.
2. Allah mensyari’atkan shaum dan berbagai ibadah Ramadhan sebagai
salah satu program yang harus dilewati setiap Muslim dan Mukmin dalam
pembentukan karakter taqwa meraka. (Q.S. Al-Baqoroh : 183).
3. Ancaman keras bagi orang-orang beriman yang tidak melaksanakan
ibadah Ramadhan, khususnya ibadah shaum seperti yang dijelaskan Rasul
Saw : Ikatan dan basis agama Islam itu ada tiga. Siapa yang meniggalkan
salah satu darinya, maka ia telah kafir; halal darahnya : Syahadat Laa
ilaaha illallah, sholat fardhu (5 X sehari) dan shaum Ramadhan. (H.R.
Abu Ya’la dan Dailami). Dalam hadiits lain Rasul Saw. bersabda : Siapa
berbuka satu hari dalam bulan Ramadhan tanpa ada ruhkshah (faktor yang
membolehkan berbuka / dispensasi) dari Allah, maka tidak akan
tergantikan kendati ia melaksanakan shaum sepanjang masa. (H.R. Abu
Daud, Ibnu Majad dan Turmuzi).
4. Ramadhan memiliki aturan main yang perlu ditaati, agar proses dan
pelaksanaan ibadahnya, khususnya shaum Ramadhan dapat berjalan dengan
baik dan maksimal. Paling tidak ada sembilan hal terkait aturan main
yang perlu diketahui sebelum kita melaksanakan ibadah shaum Ramadhan :
4.1. Macam-Macam Shaum
Shaum terbagi menjadi dua macam :
A. Shaum fardhu (wajib).
B. Shaum Tathowwu’ (puasa sunnah).
A. Adapun shaum wajib terbagi tiga :
Pertama, shaum Ramadhan, yakni shaum yang dilaksanakan selama bulan
Ramadhan (29 / 30 hari) seperti yang dijelaskan Allah dalam Al-qur’an
surat Al-Baqoroh : 183.
Kedua, Shaum Kafarat (Puasa Denda), yakni shaum yang wajib dilakukan
sebagai denda dari pelanggaran hukum seperti pelanggaran dalam ibadah
haji, membunuh tidak sengaja, melanggar sumpah dan sebagainya.
Ketiga adalah shaum Nazar, yaitu jika seseorang bernazar dengan shaum
bagi perkara yang dinazarkannya seperti jika ia sembuh dari penyakit,
jika bisnisnya goal dan sebagainya maka ia bernazar untuk shaum. Shaum
seperti itu disebut dengan shaum nazar dan wajib hukumnya.
B. Adapun shaum tathowwu’ (Puasa Sunnah) adalah :
1. Shaum 6 hari di bulan Syawal. Dalam hadits Rasul Saw. dijelaskan :
Siapa yang shaum Ramadhan kemudian dia teruskan dengan 6 hari di bulan
Syawal, seakan ia shaum sepanjang masa (tahun). (H.R. Al-Jama’ah kecuali
Bukhari dan Nasa’i)
2. Shaum hari Arofah bagi yang tidak menunaikan ibadah haji. Dalm
hadiits dijelaskan : Shaum hari Arofah (9 Zul hijha) menghapuskan dosa
dua tahun, setahun sebelum dan setahun sesudahnya… (H.R Al Jama’ah
kecuali Bukhari dan Nasa’i).
3. Shaum hari ‘Asyura (10 bulan Muharrom). Dalam hadiits Rasul Saw.
dijelaskan : Shaum pada hari ‘Arofah (9 Zulhijjah) menghapus dosa dua
tahun; yang lalu dan yang akan datang. Dan shau hari Asyuro (10
Muharram) menghapuskan dosa setahun yang lalu. (HR. Riwayat Al-Jama’ah
kecuali Bukhari dan Turmizi). Terkait shaum ‘Asyura, Rasul Saw.
menyarankan agar ditambah sehari sebelumnya agar tidak sama dengan
Yahudi, karena mereka juga puasa pada hari ‘Asyura.
4. Shaum diperbanyak di bulan Sya’ban. Dari A’isyah radhiyalllu ‘anha
dia berkata : Aku tidak melihat Rasul Saw. menyempurnakan shaumnya
kecuali di bulan Ramadhan saja, dan aku tidak melihat banyak berpuasa di
bulan selain Ramadhan kecuali di bulan Sya’ban. (HR. Bukhari dan
Muslim)
5. Shaum Ayyamul bidh (tgl 13, 14 & 15 setiap bulan Hijriyah.
Dari Abu Zar radhiyallahu ‘anhu beliau berkata : Kami diperintah Rasul
Saw untuk shaum dalam sebulan tiga hari; 13, 14 dan 15. Lalu Rasul
berkata : Yang demikian itu sama dengan shaum sepanjang masa. (HR.
Nasa’i)
6. Shaum hari Senin dan Kamis. Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu
dia berkata : Rasul Saw paling banyak shaum pada hari Senin dan Kamis.
Lalu Beliau ditanya kenapa. Beliau menjawab : Sesungguhnya semua amal
diangkat (ke langit) setiap hari Senin dan Kamis. Maka Allah akan
mengampunkan setiap Muslim atau setiap Mukmin kecuali dua orang yang
sedang berbantah, maka Allah berkata : Tangguhkan keduanya. (HR. Ahmad).
7. Shaum Nabi Daud; shaum satu hari dan berbuka hari berikutnya dan
begitu seterusnya. Dari Abdullah Bin Umar dia berkata : Berkata Rasul
Saw. : Shaum yang paling dicintai Allah adalah shaum Daud, dan shalat
(malam) yang paling dicintai Allah adalah shalat Daud; dia tidur
setengahnya, berdiri shalat sepertiganya dan kemudian tidur lagi
seperenamnya, dia juga shaum satu hari dan berbuka satu hari. (HR.
Muslim)
8. Shaum tathowwu’ (sunnah) dibolehkan berbuka, khususnya jika ada
penyebabnya seperti diundang makan. Dari Abu Sa’id Al-Khudri
radhiyallahu ‘anhu dia berkata : Saya menyiapkan makanan untuk Rasul
Saw. maka Beliau datang dengan beberapa Sahabatnya. Ketika makanan
dihidangkan salah seorang di antara mereka berkata : Sesungguhnya saya
sedang shaum. Lalu Rasul berkata : Saudaramu telah mengundangmu dan
telah bersusah payah untukmu. Kemudian Beliau bersabda : Berbukalah dan
shaumlah di hari lain sebagai gantinya jika kamu mau. (HR. Baihaqi).
4.2. Hukum Shaum Ramadhan
Shaum Ramadhan hukumnya wajib atas setiap Muslim dan Muslimah yang
sehat akalnya (tidak gila) dan telah mukallaf (umur remaja), tidak dalam
keadaan musafir dan sakit. Khusus bagi wanita, tidak dalam keadaan
haidh dan nifas. Tentang wajibnya shaum, Allah menjelaskannya dalam
surat Al-baqoroh : 183 : Wahai orang-orang beriman, diwajibkan atasmu
sekalian shaum itu (shaum Ramadhan) sebagaimana diwajibkan atas
orang-orang sebelum kamu, semoga kamu menjadi orang-orang yang bertaqwa.
Dalam sebuah hadits dijelaskan, Rasul Saw. bersabda : Sesungguhnya
Islam itu dibangun di atas lima (dasar). Kesaksian bahwa tidak ada tuhan
yang berhak disembah selain Allah dan Muhammad itu adalah utusan-Nya,
menegakkan shalat, menunaikan zakat, melaksanakan shaum Ramadhan dan
menunaikan haji. (HR. Muslim)
Oleh sebab itu, Rasulullah Saw. mewanti wanti umatnya agar
sekali-kali jangan meninggalkan shaum Ramadhan tanpa alasan yang
dibolehkan. Dalam salah satu haditsnya, Rasul Saw. bersabda : Ikatan dan
kaedah agama Islam itu ada tiga. Diatasnya dibangun Islam. Siapa
meninggalkan salah satu darinya maka ia kafir, halal darahnya (karena
sudah dihukumkan kepada orang murtad), syahadat La ilaaha illallah,
sholat yang difardhukan dan shaum Ramadhan. (H.R Abu Ya’la dan Dailami)
4.3. Rukun Shaum
Setiap ibadah dalam Islam ada rukunnya agar ibadah itu bisa tegak dan
berjalan dengan benar. Demikian juga dengan shaum Ramadhan. Rukunnya
ada dua :
1. Niat. Niat adalah faktor pertama yang akan menentukan sah atau
tidaknya ibadah seseorang seperti yang dijelaskan Rasul Saw.
Sesungguhnya (sahnya) setiap amal itu tergantung adanya niat (bagi
setiap amal tersebut). Dan sesungguhnya setiap orang (akan memperoleh)
sesuai apa yang diniatkannya. Siapa yang berhijrah karena kepentingan
dunia yang akan dia peroleh atau wanita yang akan dinikahinya, maka dia
akan memperoleh apa yang diniatkannya. (HR. Islam). Setiap amal ibadah,
baik wajib maupun yang sunnah akan bernilai di mata Allah jika didasari
dengan niat. Niatnya harus hanya karena Allah, tidak melenceng
sedikitpun. Kemudian itu letaknya dalam hati, bukan dilafazkan
(diucapkan dengan lisan), termasuk niat shaum Ramadhan harus dilakukan
dalam hati. Waktunya sebelum terbit fajar.
2. Menahan diri dari hal-hal yang membantalkan shaum sejak terbit fajar sampai mata hari tenggelam. (QS. Al-Baqoroh : 187).
4.4. Hal-Hal Yang membatalkan Shaum
Semua ibadah dalam Islam memerlukan syarat dan rukun agar ibadah
tersebut sah dan bernilai di sisi Allah. Amal ibadah yang sudah sesuai
syarat dan rukun tersebut bisa batal jika melanggar aturan mainnya atau
terjadi hal-hal yang membatalkannya. Adapun yang membatalkan shaum
terbagi dua. Pertama hal-hal yang membatalkan shaum dan wajib diqadha
(diganti di hari-hari setelah Ramadhan). Kedua adalah yang membatalkan
shaum dan wajib qadha dan kafarat (denda).
Adapun yang membatalkan shaum dan wajib qadha saja ialah:
1. Makan dan minun dengan sengaja. Rasul Saw. bersabda : Siapa yang
berbuka (makan dan minum) di siang hari bulan Ramadhan karena lupa maka
tidak perlu diqadha (diganti pada hari di luar Ramadhan), dan tidak pula
kafarat (denda). (HR. Daru Quthni, Baihaqi dan Hakim).
2. Muntah dengan sengaja. Rasul Saw. berkata : Siapa yang terpaksa
muntah maka tidak wajib baginya mengqadha (shaumnya). Namun siapa muntah
dengan sengaja, maka hendaklah ia mengqadha (shaumnya). (HR. Ahmad, Abu
Daud dan Tirmizi)
3. Haidh/menstruasi dan nifas (melahirkan), kendati terjadi sesaat sebelum berbuka. Ini yang disepakati oleh jumhur Ulama
4. Mengeluakan sperma dengan sengaja baik dengan cara onani/masturbasi ataupun dengan berbuat mesum dengan istri.
5. Memakan apa saja yang bukan yang lazim di makan, seperti plastik dan sebagainya.
6. Yang berniat membatalkan shaumnya di siang hari. Dengan demikian dia sudah batal shaumnya kendati dia tidak makan atau minum.
7. Jika dia makan, minum atau bercampur suami istri menduga waktu
berbuka sudah masuk. Ternyata belum masuk. Dia wajib mengqadhanya.
Adapun yang membatalkan shaum dan harus diqadha dan kafarat menurut
jumhur Ulama adalah berhubungan suami istri dengan sengaja. Tidak ada
perbedaan antara suami dan istri, keduanya harus menjalankannya. Adapun
kafarat bagi yang berhubungan suami istri ialah memerdekakan budak. Jika
tidak sanggup, shaum 2 bulan berturut-turut. Jika tidak mampu memberi
makan fakir miskin sebanyak 60 orang, seperti yang dijelaskan dalam
salah satu hadits Rasul Saw. yang diriwayatkan imam Bukhari.
4.5. Adab Melaksanakan Shaum
Sebagaimana semua ajaran Islam itu ada adab atau kode etiknya, maka shaum juga ada adabnya. Di antaranya :
1. Sahur (Makan Sahur). Bersabda Rasul Saw. : Bersahurlah kamu
sekalian karena sahur itu ada berkahnya. (HR. Bukhari dan Muslim). Waktu
sahur itu dari pertengahan malam sampai terbit fajar (saat waktu shalat
subuh masuk). Tetapi diperlambat sampai mendekati terbit fajar
lebihdianjurkan.
2. Menyegerakan berbuka, yakni setelah tau waktu maghrib / tenggelam
matahari maka segeralah berbuka. Bersabda Rasul Saw. : Manusia
senantiasa dalam keadaan baik selama mereka menyegerakan berbuka. (HR.
Bukhari dan Muslim)
3. Berdoa waktu berbuka dan sepanjang melaksanakan shaum. Dari
Abdullah Bin Amr Bin Ash radhiyallahu ‘anhu bahwa Nabi Saw. berkata :
Sesungguhnya bagi orang yang sedang shaum saat berbuka doanya tidak
ditolak. (HR. Ibnu Majah) Dalam hadits lain Rasul bersabda : Ada tiga
do’a yang tidak akan ditolak Allah; orang yang shaum sampai dia berbuka,
imam (pemimpin) yang adil dan oang yang tezhalimi (teraniaya). (HR.
Tirmizi).
Adapun doa saat berbuka ialah :
ذَهَبَ الظَّمَأُ وَابْتَلَّتْ الْعُرُوقُ وَثَبَتَ الأَجْرُ إِنْ شَاءَ اللَّهُ
Telah hilang haus dan telah basah tenggorokan dan telah tetap pahala insyaa Allah. (HR. Tirmizi)
4. Menahan diri dari hal-hal yang bertentangan dengan shaum (menahan
diri dari berbagai dorongan syahwat yang halal dan yang haram), karena
shaum adalah salah satu cara taqarrub pada Allah yang amat mahal. Sebab
itu tidak sepantasnya shaum itu hanya sekedar menahan lapar dan haus
saja, akan tetapi menahan semua apa saja yang akan mencederai
nilai-nilai mulia yang ada dalam shaum. (Dalam sub tema : Kunci Sukses
Training Manajemen Syahwat Ramadhan akan dijelaskan secara rinci)
5. Bersiwak dengan kayu arak atau benda lain yang menyucikan mulut seperti sikat gigi.
6. Berjiwa dermawan dan mempelajari Al-Qur’an. Imam Bukhari
meriwayatkan dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu dia berkata : Adalah
Rasul Saw. orang yang paling dermawan. Namun, di bulan Ramadhan lebih
dermawan lagi ketika bertemu Jibril. Beliu liqo (bertemu) Jibril setiap
malam dari bulan Ramadhan, maka Beliau belajar Al-Qur’an dari Jibril.
Maka Rasul Saw. dalam kedermawanannya lebih cepat dari angin kencang.
(HR. Bukhari)
7. Bersungguh-Sungguh Beribadah Pada 10 Hari Terakhir Ramadhan. Dari
A’isyah radhiyallahu ‘anha beliau berkata bahwa Nabi Saw. apabila masuk
10 hari terakhir Ramadhan Beliau menghidupkan sepanjang malam (dengan
ibadah), membangunkan keluarganya dan mengencangkan ikat pinggangnya.
(HR. Bukhari)
4.6. Siapa Saja yang Dapat Dispensasi Berbuka, Tapi Wajib Membayar
Fidyah (Denda)?
Kendati shaum itu wajib bagi setiap Muslim dan Muslimah yang berakal
dan sudah baligh (remaja), tetapi Allah memberikan keringanan kepada
orang-orang yang termasuk ke dalam kategori berikut :
a. Orang-orang yang sudah tua Bangka.
b. Orang-orang sakit yang kecil kemungkinan dapat sembuh.
c. Para pekerja keras di pelabuhan, bangunan dan sebagainya yang tidak
punya sumber kehidupan lain selain pekerjaan tersebut. Syaratnya ialah
jika mereka shaum mereka akan mengalami kesulitan atau beban fisik yang
sangat kuat sehingga menyulitkan mereka melaksankan pekerjaan. Namun
bagi yang kuat, maka shaum lebih baik.
Ketiga golongan / kategori tersebut mendapatkan dispensasi untuk
tidak shaum di bulan Ramadhan. Akan tetapi, mereka wajib membayar fidyah
(denda) sebanyak satu liter makanan / beras untuk setiap hari shaum
yang ditinggalkan. Makanan / beras tersebut diberikan kepada orang-orang
miskin yang ada di lingkungan tempat tinggal mereka.
d. Terkait wanita hamil dan menyusui, menurut imam Ahmad dan Syafi’i,
jika mereka shaum itu berefek buruk terhadap janin dan anak mereka saja,
maka mereka dapat dispensasi tidak shaum, tapi mereka harus
mengqadha’nya serta membayar fidyah. Namun, jika shaum itu hanya
berimplikasi negative terhadap diri mereka saja atau terhadap anak
mereka saja, maka mereka hanya wajib mengqadha’nya. Satu hal yang perlu
dicatat ialah bahwa pengaruh negative tersebut haruslah berdasarkan
pendapat ahli kesehatan yang amanah secara keilmuan dan ketaqwaannya.
4.7. Siapa Saja Yang Dapat Dispensasi Berbuka, Tapi Wajib Qadha’ (menggantinya di hari lain)?
Adapun golongan yang mendapat dispensasi shaum akan tetapi mereka
harus membayar / mengqadha’ pada hari yang lain di luar bulan Ramadhan
ialah orang yang sakit dan tidak kuat untuk menunaikan shaum dan juga
yang sedang musafir/ perjalanan untuk berperang di jalan Allah,
berdagang dan berbagai keperluan lain yang bersifat primer, bukan
sekunder seperti perjalanan wisata dan sebagainya. Dalam sebuah hadits
dijelaskan : Dari Abu Sa’id Al-Khudri radhiyallahu ‘anhu dia berkata :
Dulu kami berperang bersama Rasul Saw di bulan Ramadhan. Di antara kami
ada yang shaum dan ada yang berbuka. Bagi yang shaum tidak mempengaruhi
yang berbuka dan bagi yang berbuka tidak mempengaruhi yang shaum.
Kemudian bagi yang melihat dirinya kuat menjalankan shaum dia lakuakn
dan itulah yang terbaik baginya dan bagi yang merasa dirinya lemah, maka
ia berbuka, itulah yang terbaik baginya. (HR. Ahamd dan Muslim)
4.8. Siapa Saja yang Wajib Berbuka dan Wajib Qadha’ atasnya?
Di samping dua kondisi di atas ada lagi kondisi lain terkait shaum
Ramadhan, yakni orang-orang yang wajib berbuka dan wajib qadha’. Mereka
adalah wanita Muslimah yang sedang menstruasi / haidh dan melahirkan.
Dari Aisyah radhiyallahu ‘anha dia berkata : Kami saat haidh di masa
Rasul Saw diperintahkan untuk mengqadha’ shaum dan tidak diperintahkan
mengqadha; shalat. (HR. Bukhari dan Muslim)
4.9. Hari-Hari Yang Dilarang Shaum Ramadahan adalah waktu termahal dalam hidup kita yang datang setiap tahun tanpa diundang.
Kendati shaum itu adalah ibadah yang disyari’atkan Allah di bulan
Ramadhan dan di hari-hari lain di luar Ramadhan seperti yang dijelaskan
pada pembahasan Shaum Tathowwu’ (Shaum Sunnah) dan sudah terbukti shaum
itu memiliki keistimewaan dan efek positif dalam segala sisi kehidupan
kita. Namun demikian, sesuai aturan main Allah, terdapat hari-hari dan
kondisi yang dilarang (diharamkan) shaum, seperti :
a. Diharamkan shaum pada dua hari raya, yaitu Idul Fitri (tanggal
satu Syawal) dan Idul Adha ( tanggal 10 Zulhijjah). Terkait dengan
haramnya shaum pada kedua hari raya tersebut seharusnya membuat kita
sangat berhati-hati dan tidak menyepelekannya. Aneh tapi nyata,di
Indonesia ini selalu terjadi perbedaan penetapan awal Ramadhan, Idul
Fitri dan Idul Adha. Namun ada yang lebih ajaib lagi ialah pendapat yang
mengatakan bahwa untuk menjaga kesatuan umat yang hukumnya wajib lebih
penting dari sholat idul fitri dan idul Adha yang hukumnya sunnah. Sebab
itu, boleh sholat Idnya pada hari berikutnya demi menjaga persatuan
umat. Ini jelas-jelas pendapat yang ngawur, lemah dan tidak beralasan
disebabkan :
1. Terkait dengan Idul Fitri dan Idul Adha terdapat dua hukum yang
berbeda. Pertama, haram/larangan ibadah shaum pada kedua hari raya
tersebut menurut Rasulullah Saw. seperti tercantum dalam hadits riwayat
Ahmad : Dari Umar Ibnul Khattab dia berkata: Sesungguhnya Rasul Saw.
melarang shaum pada dua hari ini (Idul Fitri dan Idul Adha). Adapun hari
Fitri yaitu hari berbukanya kamu dari shaummu. Adapun hari Adha maka
makanlah (pada hari itu) sebagian daging kurbanmu. (H.R. Ahmad). Kedua,
adalah melaksanakan ibadah sholat Idul Fitri dan Idul Adha serta semua
ibadah yang lain harus sesuai sunnah /contoh/ perintah Rasul Saw. Dalil
Al-Qur’an dan Sunnah sangat banyak menjelaskan hal tersebut.
Dua hal yang berbeda, yang satu haram beribadah shaum dan yang satu
lagi tuntutan melaksanakan ibadah shalat id, namun pada hari yang sama
dan tidak dapat dipisahkan, kecuali dengan dalil yang diperbolehkan
Rasul Saw. seperti tidak mengetahui jatuhnya tanggal satu syawal atau 10
Zulhijjah. Sebab itu, tidak ada kaitan keduanya dengan keharusan
menjaga kesatuan umat.
2. Bagi yang mengetahui jatuhnya satu syawal dan 10 Zulhijjah, namun
dia tetap shaum maka ia berdosa besar karena melanggar hukum/ketentuan
Allah dan RasulNya. Berarti dia melakukan maksiat pada Allah dan
RasulNya. Demikian juga bagi yang megetahui jatuhnya satu syawal atau 10
Zulhijjah, namun dia melaksanakan sholat Idnya pada tanggal / hari
berikutnya, tanpa dalil syar’i, maka dia melakukan dosa dan bid’ah,
alias melaksanakan ibadah keluar dari sunnah Rasul Saw.
3. Kendati kedua sholah Id tersebut secara fiqih hukumnya sunnah,
bukan berarti kita bisa melakukan semau kita dan berdasarkan akal-akalan
kita. Semua ibadah baik fardhu maupun yang sunnah wajib dilaksanakan
didasari ikhlas ta’abbudiyah (ikhlas beribadah kepada Alllah). Untuk
mencapai ikhlas ta’abbudiyah tersebut mengharuskan kita untuk
melaksanakannya sesuai aturan main yang telah ditetapkan Allah dan
Rasul-Nya, baik tata caranya maupun waktunya. Waktu sholat Idul Fitri
adalah tanggal satu Syawal dan Idul Adha adalah tanggal 10 Zulhijjah
setelah hari ‘Arofah, kecuali jika kita tidak tahu. Kalau dilakukan
dengan cara atau hari yang tidak sesuai dengan yang telah dicontohkan
Rasul Saw. berarti kita melakukan bid’ah dalam perkara ini. Hukumnnya
jelas setiap bid’ah itu adalah kesesatan.
4. Kalimat menjaga kesatuan umat itu adalah akal-akalan yang tidak
didukung dalil dan fakta yang kuat. Bersatu di atas pelanggaran
hukum/aturan main Allah dan Sunnah Rasul Saw. baik fardhu maupun sunnah
adalah maksiat dan kemungkaran besar. Toleransi pada ibadah Sunnah itu
terletak pada melaksanakannya atau tidak, bukan pada niat atau tata
caranya. Ibadah sunnah memang tidak mutlak harus dilaksanakan, sebagai
ibadah tambahan taqarrub ilallah yang akan menambah kekuatan
eksistensinya di mata Allah sebagai hamba yang taat, mencintai dan
bersyukur pada Allah. Namun demikian, bukan berarti boleh dilaksanakan
sesuai keinginan dan situasi yang kita inginkan.
5. Allah menyuruh kaum Muslimin menjaga kesatuan itu harus didasari
berpegang teguh pada Allah dan agama-Nya, bukan akal dan pikiran kita
yang picik dan mengada-ada, apalagi jika ada udang di balik batunya,
seperti yang Allah jelaskan dalam surat Ali Imran : 103, Annisa’ : 146
& 175 dan Al-Haj : 78. Jika kesatuan umat ini dibangun di atas dasar
pelanggaran agama Allah, maka kesatuan tersebut berarti kesatuan di
atas dasar kesesatan dan murka Allah. Lalu, apa bedanya dengan
orang-orang kafir yang bersatu di atas dasar agama/aturan main/ hidup
yang tidak diridhai Allah? Apakah dengan kesatuan tersebut Allah
merahmati mereka dan memasukkan mereka ke dalam syurga-Nya. Tentu
jawabannya sebaliknya. Allah tetap murka pada mereka di dunia dan
terlebih lagi di akhirat, kecuali jika mereka kembali kepada agama Allah
saat mereka hidup di dunia ini dengan ikhlas dan maksimal.
b. Pada Hari-Hari Tasyriq, yakni tanggal 11- 13 Zulhijjah. Abu
Hurairah meriwayatkan, bahwa Rasul Saw. mengutus Abdullah Bin Huzafah
berkeliling di Mina sambil berrkata : Jangan kalian shaum pada hari-hari
ini (11 – 13 Zulhijjah), karena sesungguhnya ini adalah hari-hari
kalian makan, minum dan zikrullah ‘Azaa Wajallah. (HR. Ahmad).
c. Shaum pada hari Jumat saja. Dari Abdullah Bin Umar radhiyallahu
‘anhu bahwa Rasul Saw. berkunjung ke Juwairiyah Binti Harits yang
sedang shaum pada hari Jumat itu. Lalu Rasul Saw. bertanya padanya :
Apakah kamu shaum kemarin? Dia menjawab : Tidak. Rasul Saw. beratanya
lagi : Apakah kamu berniat shaum besok? Dia menjawab : Tidak. Lalu Rasul
bersabda : Maka berbukalah (batalkanlah) shaummu. (HR. Ahmad dan
Nasa’i).
d. Mengkhususkan shaum pada hari Sabtu. Rasul Saw. bersabda :
Janganlah kalian shaum pada hari Sabtu, kecuali memang hari itu
bertepatan dengan Shaum wajib (Shaum Ramadhan, nazar dan tanggal yang
disunahkan shaum seperti Arofah dan sebagainya). Jika kalian tidak punya
makanan kecuali kulit anggur atau daun kayu maka kunyah/makanlah. (HR.
Ahmad)
e. Pada hari syak (ragu) juga diharamkan shaum. Hari Syak ialah hari
di mana kita ragu apakah sudah masuk awal Ramadhan atau belum. Larangan
tersebut erat kaitannya dengan keharusan untuk komitmen dengan aturan
main ibadah yang telah ditetapkan Allah, ternasuk shaum Ramadhan.
Rasulullah meminta kita untuk mengetahui secara pasti awal Ramadhan.
Jika ragu apakah awal Ramadhan sudah masuk atau belum, Rasul Saw.
melarang kita shaum pada hari tersebut. Demikian juga halnya dengan
larangan shaum pada hari raya Idul Fitr dan Idul Adha.
Dalam sebuah hadits Rasul Saw. bersabda : Siapa yang shaum pada hari
syak, maka dia telah durhaka pada Abul Qashim (Muhammad Saw). Dalam
hadits lain Rasul Saw. bersabda : Jangan kalian mendahulukan shaum
Ramadhan satu atau dua hari sebelumnya kecuali jika ada yang
mengharuskan kamu shaum (seperti shaum nazar dan sebagainya). (HR.
Al-Jama’ah). Imam Tirmizi berpendapat dilarang seseorang shaum Ramadhan
sebelum masuk waktunya, karena namanya saja shaum Ramadhan, maka harus
terikat dengan nama bulannya, yakni di bulan Ramadhan.
f. Diharamkan shaum sunnah bagi wanita yang suaminya ada di rumah
kecuali atas izin suaminya. Janganlah wanita shaum satu hari pun
sedangkan suaminya berada di rumah kecuali atas izinnya dan (kecuali)
shaum Ramadhan. (HR. Bukhari dan Muslim)
g. Dilarang shaum wishal (terus menerus). Dalam sebuah hadits Rasul
Saw. bersabda : Sekali-kali jangan kamu melakukan shaum wishal. Beliau
katakan sampai tiga kali. Lalu mereka (Sahabat) berkata : Bukankah
engkau melakukannnya wahai Rasulullah? Beliau menjawab : Kamu sekalian
bukanlah seperti aku dalam hal tersebut. Aku tidak ingin (tidak mungkin)
Rabb (Tuhan Pencipta)-ku tidak memberi makan dan minum padaku. Maka
kerjakan amal ibadah sesuai kemampuan kalian. (HR. Bukhari dan Muslim).
Jika di antara kita hendak mendekatkan dirinya pada Allah secara
intensif melalui ibadah shaum sebanyak-banyaknya sepanjang tahun,
lakukanlah shaum Daud seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya pada
pembahasan Shaum Tathowwu’ (Sunnah).