Aspek Sosial
dan Budaya
·
Hak Asasi Manusia (HAM)
1) Konsep dan pengertian HAM
Perjuangan akan
kekokohan praktik penghormatan harkat dan martabat, Hak Asasi Manusia.
Adalah sejarah dari perjalanan panjang. Perjuangan dari peperangan yang telah mengorbankan
jutaan manusia. Ada peristiwa perang. Perang dunia pertama dan perang dunia
kedua. Ada pembantain etnis, ras, seperti yang terjadi dalam regim Hitler. Ada
pembantaian etnis di Ruanda (ICTR), ada pemusnahan secara paksa etnis di
Yogoslavia (ICTY). Pemberontakan di Tiananmen. Pemusnahan etnis di
Kamboja. Dan berbagai peristiwa kekejaman lainnya menjadikan Hak Asasi Manusia
penting untuk dipositifkan sebagaimana usul David Hume, Austin dan Hart.
Hak Asasi
Manusia sebagai hak yang lahir secara adikodrati (Hobbes,
Rosseau, Kant, Vasak, Weissbrodt; Lih, Davidson, 1994: 30 – 63) mutlak untuk
diberi kepastian dalam tatanan yang fundamental. Agar tidak menjadi impian,
cita-cita dan angan-angan semata. Maka yang amat menonjol dalam konvensi (bisa
dibaca: perjanjian/ agremeent) sebagai instrumen hukum
adalah pengakuan hak-hak politik. Bukan hak-hak ekonomi, hak sosial dan budaya.
Kalau dilihat dalam realitasnya organ PBB memang dalam struktur organisasinya
adalah pertarungan dua buah ideologi. Pertarungan antara liberalisme dan
sosialisme. Dapat dikatakan pertarungan antara ICCPR yang terlegitimasi
dalam organ Dewan Keamanan dan ICESCR yang diejawantahkan dalam organ
Majelis Umum yang banyak dipegang atau diisi oleh negara berkembang untuk
memperjuang hak-hak ekonomi, sosial dan kebudayaan.
Terlepas dari
dua kepentingan tersebut, jelasnya hak-hak politik tetap menaruh harapan bagi
perlakuan yang adil, fair, dan sama dari negara untuk menghargai
hak kodrati yang melekat pada setiap individu sebagai hak dasar yang
sudah ada (Thomas Aquinas) sejak ia lahir. Kalaupun ada peran negara
untuk menghormati hak individu sebagai hak dasar adalah prinsip resiprositas
(timbal balik/ reciprocity, lih, Cessie, 2005: 237) semata
sebagai penyerahan kepercayaan dalam suatu kontrak sosial.
Dapat
dikatakan, semua negara (195) di dunia tidak ada yang tidak mengakui Hak Asasi
Manusia sebagai hak yang penting untuk dimasukkan dalam landasan
konstitusionalnya. Apalagi negara yang mengutamakan prinsip negara hukum (rechtstaar/
rule of law) maka harus meletakkan jaminan dan perlindungan terhadap
hukum dan Hak Asasi Manusia. karena jaminan dan pelayanan Hak Asasi Manusia
sebagai salah satu unsur negara hukum.
Hak Asasi
Manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan
manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerah-Nya wajib
dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum, pemerintah, dan
setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia.
Oleh karena itu Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM) menunjukan nilai
normatifnya Hak Asasi Manusia sebagai hak yang fundamental. Sebagaimana
ditegaskan dalam Pasal 1 “semua manusia dilahirkan bebas dan sama dalam
martabat dan hak. Mereka dikaruniai akal dan hati nurani dan harus bertindak
sesama manusia dalam semangat persaudaraan.”
Di Indonesia,
pengertian Hak Asasi Manusia (HAM) ditegaskan dalam Pasal 1 Undang-undang Nomor
39 Tahun 1999 tentang HAM “Hak Asasi Manusia adalah seperangkat hak yang
melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa
dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan
dilindungi oleh negara, hukum dan pemerintahan, dan setiap orang demi
kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia.”
Implementasi
Hak Asasi Manusia secara tersirat sebenarnya sudah diakui dalam KUHAP. Menurut
ketentuan Pasal 117 ayat 1, “keterangan tersangka dan atau saksi kepada
penyidik diberikan tanpa tekanan dari siapapun dan atau dalam bentuk apapun.”
Artinya dengan adanya Pasal tersebut, pemeriksaan oleh penyidik untuk
kepentingan penyidikan harus sesuai dan menghormati HAM.
Selain itu,
pemuatan hak asasi dalam tugas kepolisian sebagai penyidik, juga ditegaskan
dalam Pasal 4 Undang-undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian, “Kepolisian
Negara Republik Indonesia bertujuan untuk mewujudkan keamanan dalam negeri yang
meliputi terpeliharanya keamanan dan ketertiban masyarakat, tertib dan tegaknya
hukum, terselenggaranya perlindungan, pengayoman, dan pelayanan terhadap
masyarakat, serta terbinanya ketenteraman masyarakat dan menjunjung tinggi Hak
Asasi Manusia.” Kemudian juga ditegaskan dalam Pasal 19 ayat 1 “bahwa Polisi
harus senantiasa bertindak berdasarkan norma hukum, dan mengindahkan norma
agama, kesopanan, dan kesusilaan dan menjunjung tinggi HAM.”
Dalam kaitannya
dengan wewenang Polisi dalam melakukan pemeriksaan terhadap tersangka guna
mendapatkan keterangan yang berkaitan dengan suatu tindak pidana, maka
prinsip yang harus dipegang adalah berdasarkan Pasal 33 Undang-undang Nomor 39
Tahun 1999 menegaskan “bahwa setiap orang berhak untuk bebas dari penyiksaan,
penghukuman atau perlakukan yang kejam, tidak manusiawi, merendahkan derajat
dan martabat kemanusiaan.
Mengenai arti
dari penyiksaan itu sendiri kemudian ditegaskan dalam Pasal 1 butir 4 :
“Penyiksaan adalah setiap perbuatan yang dilakukan dengan sengaja, sehingga
menimbulkan rasa sakit atau penderitaan yang hebat, baik jasmani maupun rohani
pada seseorang untuk memperoleh pengakuan atau keterangan dari seseorang atau
dari orang ketiga, dengan menghukumnya atas suatu perbuatan yang telah
dilakukan atau diduga telah dilakukan oleh seseorang atau orang ketiga, atau
untuk rasa sakit atau penderitaan tersebut ditimbulkan oleh, atas hasutan dari
dengan persetujuan, atau sepengetahuan siapapun dan atau pejabat publik.”
Dalam proses
peradilan pidana yang merupakan serangkaian rantai-rantai (the
series of chains). Polisi yang menempati posisi sebagai penjaga pintu (as
agate of keeper), meminjam istilah Sunarto dalam Muladi, 2005: 142),
tentunya juga harus memperhatikan hak-hak tersangka. Universal
Declaration of Human Right diterjemahkan dalam bahasa Indonesia sebagai
Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (1949). Deklarasi ini memuat 30 Pasal
yang memuat berbagai hak asasi. Seperti hak untuk hidup, hak untuk istirahat,
dan hak untuk mendapatkan hiburan.
Dalam konteks
dengan kewenangan Polisi sebagai penyidik hak yang penting untuk diperhatikan
adalah hak untuk hidup, yang meliputi hak untuk bebas dari eksekusi di luar
pengadilan (extra judicial execution), dan penghilangan paksa (disapearences),
hak untuk bebas dari penyiksaan dan penangkapan di luar wewenang (freedom
from torture and arbitary arrest). Olehnya itu, penting untuk melihat
bagaimana semestinya perlakuan tersangka yang relevan dalam DUHAM.
Prinsip-prinsip yang terkandung dalam DUHAM jika duraikan secara sistematis,
sebagai berikut:
- Semua orang berhak atas kehidupan,
kebebasan dan keselamatan sebagai individu (Pasal 3).
- Tidak seorangpun boleh disiksa atau
diperlakukan atau dihukum secara tidak manusiawi atau dihina (Pasal 5)
- Semua orang berhak atas atas pengakuan di
depan hukum sebagai manusia pribadi di mana saja ia berada (Pasal 6).
- Semua orang sama di depan hukum dan berhak
atas perlindungan hukum yang sama tanpa diskriminasi, semua berhak atas
perlindungan yang sama terhadap setiap bentuk diskriminasi yang
bertentangan dengan deklarasi ini (Pasal 7)
- Tidak seorangpun boleh ditangkap, ditahan
atau dibuang sewenang-wenang (Pasal 9).
- Setiap orang yang dituntut karena disangka
melakukan suatu tindak pidana, dianggap tidak bersalah sampai dibuktikan
kesalahannya menurut hukum dalam suatu pengadilan yang terbuka, dimana ia
memperoleh semua jaminan untuk pembelaannya (Pasal 11 ayat 1 ).
International
Convenant on Civil and Political Rigt
(ICCPR)
tampaknya juga memberikan pengaturan hak hidup sebagai hak fundamental.
Konvenan ini menjunjung tingi hak atas kebebasan dan keamanan pribadi serta
memberi fondasi bagi perlindungan dalam penahanan. Dalam Pasal 9 ICCPR
menegaskan:
v Setiap orang berhak atas kebebasan dan keamanan
pribadi. Tidak seorangpun dapat ditangkap secara sewenang-wenang. Tidak
seorangpun dapat dirampas kebebasannya kecuali berdasarkan alasan-alasan yang
sah, sesuai dengan prosedur yang ditetapkan oleh hukum.
v Setiap orang ditangkap wajib diberitahu pada
saat penangkapannya dan harus segera mungkin diberitahu mengenai tuduhan yang
dikenakan kepadanya.
v Setiap orang yang ditahan atau berdasarkan
tuduhan pidana, wajib segera dihadapkan ke pejabat pengadilan atau
pejabat lain yang diberi kewenangan oleh hukum untuk menjalankan
kekuasaan peradilan, dan berhak untuk diadili dalam jangka waktu yang wajar,
atau dibebaskan. Bukan merupakan suatu ketentuan umum, bahwa orang yang menunggu
diadili harus ditahan, tetapi pembebasan dapat diberikan dengan
atas dasar jaminan untuk hadir pada waktu persidangan, pada setiap tahap
pengadilan dan pada pelaksanaan putusan, apabila diputuskan demikian.
v Siapapun yang dirampas, kebebasannya dengan
cara penangkapan, penahanan, berhak untuk disidangkan di depan pengadilan tanpa
menunda-nunda dapat menentukan keabsahan penangkapannya dan memerintahkan
pembebasannya apabila penahanan tidak sah menurut hukum.
Dalam
memperkuat dan menjamin ketentuan untuk perlindungan HAM dalam due
process of law pada sistem peradilan pidana. Terutama dalam
tahap/ fase pra-ajudikasi. Dapat jiuga didasarkan pada konvensi anti penyiksaan
yang telah diratifikasi melalui Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1998. Penyiksaan
berdasarkan konvensi ini diartikan: “Sebagai perbuatan yang dilakukan dengan
sengaja, sehingga menimbulkan rasa sakit atau penderitaan yang hebat, baik
jasmani maupun rohani, pada seseorang untuk memperoleh pengakuan atau
keterangan dari orang itu atau dari dari orang ketiga atau untuk suatu alasan
yang didasarkan pada setiap bentuk diskriminasi apabila rasa sakit atau
penderitaan itu ditimbulkan oleh, atas hasutan dari, dengan persetujuan atau
sepengetahuan pejabat publik. Hal ini tidak meliputi rasa sakit dan penderitaan
yang semata-mata timbul melekat pada, atau diakibatkan oleh suatu sanksi hukum
yang berlaku.”
Konsep dasar
Hak Asasi Manusia adalah ketentuan yang pada mulanya hanya berada dalam
perdebatan sebagai bagian hukum alam. Kemudian dipositifkan dalam suatu
ketentuan normatif sebagai Ilmu Hukum Murni (Kelsen). Atau sebagai ilmu hukum
positif/ normatif (Mewissen). Telah mempengaruhi sistem peradilan pidana mulai
dari tingkat peyelidikan, penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan di sidang
pengadilan. Pengadilan yang mengadili terdakwa harus bersikap fair dan
tidak memihak (imparsialitas), beban pembuktian dibebankan bukan
kepada terdakwa (defendant), melainkan kepada penyidk dan
penuntun. Semua prinsip KUHAP tersebut adalah, bahagian dari implementasi
konsep dasar HAM.
a.
Hak Asasi Pribadi (Perseonal Rights)
Hak Asasi Pribadi adalah hak yang
meliputi kebebasan menyatakan pendapat, kebebasan memeluk agama, kebebasan
bergerak, kebabasan dalam untuk aktif setiap organisasi atau perkumpulan dan
sebagainya.
Contohnya :
- Hak
Kebebasan dalam mengutarakan atau menyampaikan pendapat.
- Hak
Kebebasan dalam menjalankan kepercayaan dan memeluk atau memilih
agama.
- Hak
Kebabasan dalam berpergian, berkunjung, dan berpindah-pindah tempat.
- Hak
Kebabasan dalam memilih, menentukan organisasi dan aktif dalam organisasi
tersebut.
b. Hak Asasi Ekonomi (Property
Rights)
Hak Asasi Ekonomi adalah Hak untuk
memiliki, membeli dan menjual, serta memanfaatkan sesuatu.
Contohnya :
- Hak
Asasi Ekonomi tentang kebebasan dalam membeli.
- Hak
Asasi Ekonomi tentang kebebasan dalam mengadakan dan melakukan perjanjian
Kontrak
- Hak
Asasi Ekonomi tentang kebebasan dalam memiliki sesuatu
- Hak
Asasi Ekonomi tentang kebabasan dalam memiliki pekerjaan yang layak.
- Hak
Asasi Ekonomi tentang kebabasan dalam melakukan transaksi
- Hak
Asasi Ekonomi dalam bekerja
c. Hak Asasi Politik (Politik
Rights)
Hak Asasi Politik adalah hak ikut
serta dalam pemerintahan, hak pilih maksunya hak untuk dipilih contohnya :
mencalonkan sebagai Bupati , dan memilih dalam suatu pemilu contohnya memilih
Bupati atau Presiden), hak untuk mendirikan parpol, dan sebagainya.
Contohnya :
- Hak
Asasi Politik dalam memilih dalam suatu pemilihan contohnya pemilihan
presiden dan kepala daerah
- Hak
Asasi Politik dalam Dipilih dalam pemilihan contohnya pemilihan bupati
atau presiden
- Hak
Asasi Politik tentang kebebasan ikut serta dalam kegiatan pemerintahan
- Hak
Asasi Politik dalam mendirikan partai politik
- Hak
Asasi Politik dalam membuat organisasi-organisasi pada bidang
politik
- Hak
Asasi Politik dalam memberikan usulan-usulan atau pendapat yang berupa
usulan petisi.
d. Hak Asasi Hukum (Rights Of Legal
Equality)
Hak Asasi Hukum adalah hak untuk
mendapatkan perlakukan yang sama dalam hukum dan pemerintahan.
Contohnya :
- Hak
dalam mendapatkan layanan dan perlindungan hukum
- Hak
dalam mendapatkan dan memiliki pembelaan hukum pada peradilan.
- Hak
yang sama dalam proses hukum
- Hak
dalam perlakuan yang adil atau sama dalam hukum
e. Hak Asasi Sosial dan Budaya (Social
and Culture Rights)
Hak Asasi Sosial dan Budaya adalah
hak yang menyangkut dalam masyarkat yakni untuk memilih pendidikan, hak untuk
mengembangkan kebudayaan dan sebagainya.
Contohnya :
- Hak
untuk mendapatkan pendidikan yang layak
- Hak
untuk mendapat pelajaran
- Hak
untuk memilih, menentukan pendidikan
- Hak
untuk mengembangkan bakat dan minat
- Hak
untuk mengembangkan Hobi
- Hak
untuk berkreasi
f. Hak Asasi Peradilan (Procedural Rights)
Hak Asasi Peradilan adalah hak
untuk mendapatkan perlakuan tata cara peradilan dan perlindungan (procedural
rights), misalnya peraturan dalam hal penahanan, penangkapan dan
penggeledahan.
Contohnya :
- Hak
mendapatkan perlakukan yang adil dalam hukum
- Hak
mendapatkan pembelaan dalam hukum
- Hak
untuk mendapatkan hal yang sama dalam berlangsungnya proses hukum baik itu
penyelidikan, penggeledahan, penangkapan, dan penahanan
·
Pelanggaran HAM
1. Pengertian
Pelanggaran HAM
Dalam UU No. 26 Tahun 2000 mengenai
Pengadilan HAM mengemukakan pengertian pelanggaran HAM dan pengadilan HAM
secara jelas.
Pengertian Pelanggaran HAM (Hak
Asasi Manusia) adalah setiap perbuatan seseorang
atau kelompok orang termasuk juga aparat negara, yang baik disengaja maupun
tidak disengaja atau kelalaian yang secara hukum mengurangi, membatasi,
menghalangi dan mencabut hak asasi manusia seseorang atau kelompok orang yang
dijamin oleh UU dan tidak didapatkan atau dikhawatirkan tidak akan memperoleh
penyelesaian hukum yang benar dan adil, yang didasarkan pada mekanisme hukum
yang berlaku. Dengan demikian Pelanggaran HAM adalah tindakan
pelanggaran kemanusiaan, yang baik dilakukan oleh individu maupun oleh
institusi negara atau institusi lainnya terhadap hak asasi individu lain tanpa
ada dasar atau alasan yuridis dan alasan rasional yang menjadi pijakannya.
2. Jenis
Pelanggaran HAM
Pelanggaran
HAM dikelompokkan menjadi dua bentuk,
yaitu : (1) pelanggaran HAM berat dan (2) pelanggaran HAM ringan. Pelanggaran
HAM berat yaitu meliputi kejahatan genosida dan kejahatan kemanusiaan. Bentuk
pelanggaran HAM ringan ialah pelanggaran HAM yang dilakukan selain dari kedua
bentuk pelanggaran HAM berat tersebut.
Kejahatan
Genosida adalah setiap perbuatan yang
dilakukan dengan tujuan untuk memusnahkan atau menghancurkan seluruh atau
sebagian dari kelompok bangsa, kelompok etnis, kelompok agama dan ras.
Kejahatan Genosida dilakukan dengan cara :
Ø Membunuh anggota kelompok
Ø Mengakibatkan penderitaan fisik atau
mental yang berat terhadap anggota-anggota kelompok
Ø Menciptakan kondisi kehidupan
kelompok yang akan mengakibatkan kemusnahan atau kehancuran secara fisik baik
seluruh maupun sebagiannya,
Ø Memaksakan tindakan-tindakan yang
bertujuan mencegah kelahiran di dalam
kelompok
Ø Memindahkan secara paksa anak-anak
dari kelompok tertentu ke kelompok lain.
Kejahatan Kemanusiaan
adalah suatu perbuatan yang dilakukan dengan serangan yang meluas dan
sistematis. Adapun serangan yang dimaksud tersebut ditujukan secara langusng
terhadap penduduk sipil berupa :
Ø Berupa pembunuhan,
Ø Berupa pemusnahan,
Ø Berupa perbudakan,
Ø Berupa pengusiran atau pemindahan
penduduk secara paksa, dan
Ø Berupa perampasan kemerdekaan atau
perampasan kebebasan fisik lain secara secara sewenang-wenang yang melanggar
(asas-asas) ketentuan,
Ø Berupa penyiksaan,
Ø Berupa pemerkosaan, perbudakan
seksual, pemaksaan kehamilan, pelacuran secara paksa, pemandulan atau
sterelisasi secara paksa atau bentuk-bentuk kekerasan seksual lain yang setara,
Ø Berupa penganiayaan terhadap suatu
kelompok tertentu atau perkumpulan yang didasari persamaan paham politik,
kebangsaan, ras, budaya, etnis, agama, jenis kelamin atau alasan lain yang
telah diakui secara universal sebagai hal yang dilarang menurut hukum
internasional,
Ø Berupa penghilangan orang secara
paksa, (10) Berupa kejahatan apartheid, penindasan dan dominasi suatu kelompok
ras atau kelompok ras lain untuk mempertahankan dominasi dan kekuasaannya.
3. Contoh
Pelanggaran HAM
v Kasus Tanjung
Priok (1984)
Kasus tanjung
Priok terjadi tahun 1984 antara aparat dengan warga sekitar yang berawal dari
masalah SARA dan unsur politis. Dalam peristiwa ini diduga terjadi pelanggaran
HAM dimana terdapat rarusan korban meninggal dunia akibat kekerasan dan
penembakan.
v Kasus
terbunuhnya Marsinah, seorang pekerja wanita PT Catur Putera Surya Porong,
Jatim (1994)
Marsinah adalah salah satu korban pekerja dan
aktivitas yang hak-hak pekerja di PT Catur Putera Surya, Porong Jawa Timur. Dia
meninggal secara mengenaskan dan diduga menjadi korban pelanggaran HAM berupa
penculikan, penganiayaan dan pembunuhan.
v Kasus
terbunuhnya wartawan Udin dari harian umum bernas (1996)
Wartawan Udin (Fuad Muhammad Syafruddin) adalah
seorang wartawan dari harian Bernas yang diduga diculik, dianiaya oleh orang
tak dikenal dan akhirnya ditemukan sudah tewas.
v Peristiwa Aceh
(1990)
Peristiwa yang terjadi di Aceh sejak tahun 1990
telah banyak memakan korban, baik dari pihak aparat maupun penduduk sipil yang
tidak berdosa. Peristiwa Aceh diduga dipicu oleh unsur politik dimana terdapat
pihak-pihak tertentu yang menginginkan Aceh merdeka.
v Peristiwa
penculikan para aktivis politik (1998)
Telah terjadi peristiwa penghilangan orang
secara paksa (penculikan) terhadap para aktivis yang menurut catatan Kontras
ada 23 orang (1 orang meninggal, 9 orang dilepaskan, dan 13 orang lainnya masih
hilang).
v Peristiwa
Trisakti dan Semanggi (1998)
Tragedi Trisakti terjadi pada 12 Mei 1998 (4
mahasiswa meninggal dan puluhan lainnya luka-luka). Tragedi Semanggi I terjadi
pada 11-13 November 1998 (17 orang warga sipil meninggal) dan tragedi Semanggi
II pada 24 September 1999 (1 orang mahasiswa meninggal dan 217 orang
luka-luka).
v Peristiwa
kekerasan di Timor Timur pasca jejak pendapat (1999)
Kasus pelanggaran Hak Asasi Manusia menjelang
dan pasca jejak pendapat 1999 di timor timur secara resmi ditutup setelah penyerahan
laporan komisi Kebenaran dan Persahabatan (KKP) Indonesia - Timor Leste kepada
dua kepala negara terkait.